Wednesday, November 11, 2015

My Dad My Hero

Jam dinding menunjukkan pukul 23.30 WIB, disela menyusui anak ketiga saya yang tak berhenti-henti karena growth spurt. Saya termenung, ini tanggal 10 November ya, Hari Pahlawan. Ow bukan hari pahlawan yang membuat tanggal ini istimewa, lebih dari itu ini adalah hari kelahiran Ayah saya.

Berbicara tentang Ayah, mungkin saya termasuk barisan anak-anak yang beruntung memiliki Ayah yang begitu perhatian. Bukan hanya perhatian ala Bapak ke anak yang lebih banyak tentang pendidikan dan nasehat. Tetapi paket lengkap karena Bapak saya adalah sosok Family Man.



Napak tilas ke masa kanak-kanak saya. Masa dimana Bapak saya masih menempuh pendidikan S2 dan S3 di US. Karena beliau belum bekerja (hanya part time) pada saat itu, waktu bersama saya lebih banyak. Memori anak-anak saya begitu kuat, memori tentang kebersamaan kami; Beliau sering mengajak saya jalan-jalan entah sekedar ke park dekat apartemen hingga berkeliling states yang ada di US di masa libur sekolah. Ratusan foto hasil jepretan beliau memperkuat memori kanak-kanak saya. Iya, saya adalah model kecil Ayah saya yang hobi fotografi, berbagai pose dari ala model sampai saat saya menangis menjadi sasaran bidikan kamera beliau. Bapak saya adalah teman masa kecil paling asik - begitulah sosok Bapak yang kadang lebih "seru" diajak bermain dibanding Ibu hehe.

Sampai tiba waktu kami harus berpisah untuk sementara karena Bapak sudah selesai studinya dan harus kembali ke tanah air - bersama adik saya. Sedangkan saya harus menemani Mama hingga selesai masa pendidikannya. Masa yang berat untuk kami (saya yakin Ibu saya juga menjalani hari yang berat tanpa Bapak disampingnya), hari-hari saya tidak seceria saat ada Bapak bersama kami. Ibu saya sibuk dengan kuliahnya, Ayah saya terpisah benua dengan saya. Saya pun terkena Separation Anxiety Disorder, atau gangguan kecemasan berpisah dengan orang tua, saya menjadi sangat sensitif, mudah menangis dan sering membayangkan hal-hal buruk terjadi pada saya. Kondisi kejiwaan yang cukup serius untuk seorang anak kecil, saya pun dibawa oleh Ibu saya ke psikolog.

Masa adaptasi tanpa sosok Bapak saat itu pun terlewati, walau saya sering diam-diam menangis tapi setiap Mama bercerita kalau sebentar lagi pendidikannya akan selesai dan kita akan pulang ke Indonesia seperti menambah semangat hari-hari saya. Yes! Saya akan segera bertemu dengan Bapak :)

Singkat cerita kami kembali ke tanah air, berkumpul bersama. Tahun berganti tahun, kesibukan Bapak semakin bertambah seiring amanah yang dipercayakan kepada Beliau. Saya pun mulai merantau (dan menikah), ah semakin jarang saya bertatap muka dengan laki-laki pertama yang saya kagumi di dunia ini.

Bapak, sosok yang tak banyak bicara. Memiliki wajah yang teduh dan berkharisma. Wibawa adalah kesan pertama ketika melihat Beliau. Pekerja keras, berpendidikan tinggi dan taat beragama. Dia-lah first love saya, yang menjadi "standar" bagi laki-laki yang ingin mendekati saya. Standar yang berat bukan? Haha.

10 November 2015. Tepat 56 tahun usia Beliau. Apa yang sudah saya beri? Nothing. Belum mampu saya membalas setiap tetes keringat yang Beliau keluarkan untuk menghidupi saya. Masih banyak tingkah saya yang kurang berkenan dimata Beliau. Hanya doa tulus dari hati seorang anak yang begitu cinta dengan Ayahnya yang mampu saya berikan. Doa terbaik yang tak akan pernah putus hingga kapan pun.

Terima kasih Bapak sudah menjadi panutan terbaik saya (dan adik-adik), untuk didikannya, nasehatnya, tegurannya dan untuk hari-hari lelahmu saat berjuang menghidupi kami. Maafkan bila kami belum bisa membalasnya, karena sampai kapan pun kami tak akan mampu.

Dad, I will always be your little girl and you will always be my HERO. I love you!

No comments:

Post a Comment